Wednesday, February 11, 2015

Kapiten Tionghoa yang Pertama.


 Kapten Tan Thian Tjing

Bagi orang-orang Tionghoa pada masa itu, mendirikan sebuah kelenteng. dengan urunan. Dengan memberi urunan untuk mendirikan sebuah kelenteng, orang-orang Tionghoa pada masa itu mengharapkan bahwa di belakang hari mereka a kan bisa mendapatkan berkah.

Liem Thian Joe menulis sebagai berikut: Di samping itu mereka punja kepercayaan pada datoek-datoek (toapekong) oemoemnja masih besar sekali; dan dianggap tiada ada satoe per boeatan jang lebih tinggi martabatnja dari pada diri ken klenteng dan sembahjang toaptekong! Lagian marika pertjaja betoel bahwa semangkin di satoe kota banjak diriken roemah berhala, boeat pendoedoek ada djadi satoe kebaikan dan bakal mendjadi satoe berkah besar" (Liem Thian Joe. opcit).

Pikiran itu mempunyai arti besar bagi perkembangan Pecinan Semarang. Karena daerah Pecinan Semarang, sekalipun tidak merupakan suatu daerah yang luas, pada pertengahan kedua abad ke-18 memiliki tidak kurang dari lima buah kelenteng, yang dapat kita saksikan pada masa sekarang ini.

Sementara itu dari beberapa sumber sejarah dapat kita ketahui bahwa jalan-jalan utama di Pecinan Semarang tidak lama setelah daerah itu bangkit kembali dari  puing2 kehancurannya, ternyata tidak begitu banyak bertambah dengan yang dapat kita saksikan di Pecinan Semarang sekarang ini. Demikianlah misalnya Gang Pinggir, Tjap Kauw King dan Gang Warung pada waktu itu telah merupakan jalan2 yang utama di Pecinan, tidak ubahnya dengan pada masa sekarang ini

Berbeda dengan keadaan pada masa sekarang. Pada waktu itu dapat dikatakan semua jalan-jalan di Pecinan Semarang memakai nama-nama Tionghoa. Tjap Kauw King misalnya pada waktu itu dinamakan Tjien Hien Kee yg berarti jalan yang maju dan makmur sebagai simbol dari keadaan masyarakat Tionghoa pada masa itu, sementara Gang Pinggir disebut Tang-kee, sedangkan Gang Pasar Baru karena "itu tempo ada jadi tempat tinggalnya beberapa sudagar kain" lalu disebut Moa Phay Kee (Liem Thian Joe opci).

Sekarang baiklah kita bicarakan mengenai Orang-orang kaya dari masyarakat Tionghoa di Pecinan Semarang. Setelah kompeni Belanda berhasil menguasai daerah Semarang dan sekitamya dari tangan kerajaan Mataram, demi kepentingan perdagangan mereka, kompeni Belanda berusaha mengangkat seorang Tionghoa sebagai "yang dipertuan" dari seluruh masyarakat Tionghoa yang ada di Semarang dan sekitamya.

Dari dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruangan Kongkoan di Gang Lombok Semarang dapat kita ketahui bahwa orang Tionghoa yang beruntung bisa menduduki jabatan itu ialah seorang Tionghoa dari Batavia bernama Kwee Kiauw. Untuk jabatan itu dia diberi pangkat Kapiten. Menurut dokumen-dakuman sejarah tersebut peristiwa itu terjadi pada Khong Hie tahun ke II atau tahun 1672 Masehi.   Tetapi tahun ini  sebenarnya bisa kita persoalkan mengingat bahwa kompeni Belanda   sebenarnya baru menggadai daerah Semarang dan sekitarnya pada tgl. 15 Januari 1678. Berdararkan data  sejarah ini pengangkatan Kapiten Tionghoa yang pertama  kiranya sulit bisa diterima bahwa daerah Semarang itu terjadi pada tahun 1672 Masehi. Sebaliknya berdasarkan data sejarah tersebut lebih tepat peristiwa itu setelah tahun  1678 atau paling awal pada tahun 1678 Masehi.

Bagi Kompeni Belanda Kwee Kiauw sebenamya bukanlah seorang yang asing. Dari dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruangan Kongkoan Semarang misalnya setidaknya dapat diketahui "Tatkala ia masih berdiam di Batavia bersama ia poenja soedara Djoan, ia "bantoe Compagnie atoer tempat pekoeboeran Tionghoa dan oeroesan Boendel Kamer". Berdasarkan keterangan ini wajar jika kompeni  Belanda sampai mengangkat orang Tionghoa dari Betawi itu sebagai Kapiten Tionghoa yang pertama di Semarang, yang kemudian dihormati dengan sebutan Kwee Kiauw Loo.

No comments:

Post a Comment