Tang Kee (Gang Pinggir)
Sekitar tahun 1830 di kota Semarang juga sudah terdapat sebuah rumah sakit. Letaknya sekarang ini berada di kompleks gedung susteran Gedangan. Rumah sakit itu kemudian dibeli oleh missi Katholik, dan sebagai gedung rumah sakit yg baru kemudian digunakan gedung bekas sekolah militer Semarang, terkenal dengan nama Militer Hospital artinya Rumah Sakit Militer yang sekalipun namanya Rumah Sakit Militer namun ternyata dalam prakteknya juga menerima pasien dari orang partikelir baik yang bertempat tinggal di kota Semarang maupun di daerah daerah sekitarnya.
Sementara itu tempat-tempat pemukiman yang terletak di luar kota Semarang (buiten wijken) kian lama juga kian nampak berkembang. Daerah Poncol sebelah selatan yang membentang antara Gendingan dengan jalan Tanjung misalnya demikian juga daerah Belakang Kebon Depok, daerah Bojong sebelah barat mesjid besar Semarang, daerah Plampitan dan Wotgandul Selatan, kampung Melayu dan Pindrikan begitu pula daerah Peloran sebelah barat terutama daerah Baterman dan Kelengan pada waktu itu sudah merupakan tempat pemukiman.
Khusus mengenai daerah yang terakhir ini. pada waktu itu kita bahkan mencatat suatu peristiwa yang tidak kurang pentingnya bagi sejarah kota Semarang, yaitu bahwa pada waktu itu ternyata jalan-jalan dan daerah-daearah yang terletak di tempat tersebut telah banyak yang diganti namanya, dari nama-nama. Tionghoa menjadi nama-nama Melayu. Demikianlah misalnya daerah Pecinan Utara yang pada masa sebelumnya dise but Along-kee telah diganti namanya menjadi Gang Warung. Sin-kee menjadi Gang Baru. Hoay-kee menjadi Gang Cilik dan Ting-auw-kee menjadi Gang Gambiran mengingat pada waktu itu di tempat itu memang ada gudang gambir (Liem Thiam Yoe, Opcit)
Sudah barang tentu perubahan nama itu tidak bisa berjalan dengan cepat dan lancar. Seperti halnya orang sekarang, pada masa itupun ternyata orang tidak begitu mudah melepaskan nama-nama tempat yang lama, yang telah terlanjur populer. Tidak heran jika seperti halnya pada masa sekarang, pada waktu itu kita juga menjumpai kenyataan bahwa untuk jangka waktu yang cukup lama, di samping menyebut nama jalan atau “wijk" yang baru untuk memudahkan diri orang juga masih perlu untuk menyebut nama jalan atau "wijk'' yang lama sekaligus.
Hal itu dengan jelas misalnya dapat kita lihat dalam iklan-iklan yang termuat dalam harian "De Locomotief" pada kira-kira tahun 1860-an. Seperti misalnya sebuah iklan yang dapat kita jumpai terpasang pada hari Senin tgl 29 Augustus 1864 yang mengabarkan mengenai bakal dilelangnya: "Een erf bebouwd met een Steenen Huis met Pannen gedekt gelegen in de Chineesche Kamp te Samarang aan de Oostzijde van den starrt Saijkee of Passaar.-Baroe, Wijk la N. NO. 822". "Sebidang tanah yang telah dibangun dengan sebuah Rumah Batu, terletak di Pecinan Semarang di sebelah timur dari jalan Saijkce atau Passaar-Baroe, -Wijk la N. NO.882". Dari iklan itu jelas sekali bahwa untuk memudahkan diri, di samping nama yang baru Passaar-Baroe.-orang masih perlu menyebutkan sekaligus Saijkee sebagai nama yang lama.
Sementara itu tempat-tempat pemukiman yang terletak di luar kota Semarang (buiten wijken) kian lama juga kian nampak berkembang. Daerah Poncol sebelah selatan yang membentang antara Gendingan dengan jalan Tanjung misalnya demikian juga daerah Belakang Kebon Depok, daerah Bojong sebelah barat mesjid besar Semarang, daerah Plampitan dan Wotgandul Selatan, kampung Melayu dan Pindrikan begitu pula daerah Peloran sebelah barat terutama daerah Baterman dan Kelengan pada waktu itu sudah merupakan tempat pemukiman.
Khusus mengenai daerah yang terakhir ini. pada waktu itu kita bahkan mencatat suatu peristiwa yang tidak kurang pentingnya bagi sejarah kota Semarang, yaitu bahwa pada waktu itu ternyata jalan-jalan dan daerah-daearah yang terletak di tempat tersebut telah banyak yang diganti namanya, dari nama-nama. Tionghoa menjadi nama-nama Melayu. Demikianlah misalnya daerah Pecinan Utara yang pada masa sebelumnya dise but Along-kee telah diganti namanya menjadi Gang Warung. Sin-kee menjadi Gang Baru. Hoay-kee menjadi Gang Cilik dan Ting-auw-kee menjadi Gang Gambiran mengingat pada waktu itu di tempat itu memang ada gudang gambir (Liem Thiam Yoe, Opcit)
Sudah barang tentu perubahan nama itu tidak bisa berjalan dengan cepat dan lancar. Seperti halnya orang sekarang, pada masa itupun ternyata orang tidak begitu mudah melepaskan nama-nama tempat yang lama, yang telah terlanjur populer. Tidak heran jika seperti halnya pada masa sekarang, pada waktu itu kita juga menjumpai kenyataan bahwa untuk jangka waktu yang cukup lama, di samping menyebut nama jalan atau “wijk" yang baru untuk memudahkan diri orang juga masih perlu untuk menyebut nama jalan atau "wijk'' yang lama sekaligus.
Hal itu dengan jelas misalnya dapat kita lihat dalam iklan-iklan yang termuat dalam harian "De Locomotief" pada kira-kira tahun 1860-an. Seperti misalnya sebuah iklan yang dapat kita jumpai terpasang pada hari Senin tgl 29 Augustus 1864 yang mengabarkan mengenai bakal dilelangnya: "Een erf bebouwd met een Steenen Huis met Pannen gedekt gelegen in de Chineesche Kamp te Samarang aan de Oostzijde van den starrt Saijkee of Passaar.-Baroe, Wijk la N. NO. 822". "Sebidang tanah yang telah dibangun dengan sebuah Rumah Batu, terletak di Pecinan Semarang di sebelah timur dari jalan Saijkce atau Passaar-Baroe, -Wijk la N. NO.882". Dari iklan itu jelas sekali bahwa untuk memudahkan diri, di samping nama yang baru Passaar-Baroe.-orang masih perlu menyebutkan sekaligus Saijkee sebagai nama yang lama.
No comments:
Post a Comment