Kongkoan
Pindahnya orang Tionghoa dari daerah Gedong Batu itu telah di catat oleh kroniekeur dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan Gang Lombok Semarang .
Kisah penuturan kroniekeur dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan Gang Lombok itu sangat menarik perhatian kita. Dalam kisah tsb. kroniekeur dokumen-dokumen sejarah itu telah menyebutkan sebuan alasan yang sangat sederhana sebagai causa prima pindahnya orang-orang Tiong Hoa dari Gedong Batu ke Pecinan Semarang, yaitu bahwa tempat kediaman orang-orang Tionghoa di Gedong Batu itu "semakin lama jadi semakin sempit". Sebaliknya-kroniekeur itu sama sekali tidak menyebut mengenai adanya perintah kompeni Belanda di Semarang. Apakah dalam hal ini kroniekeur dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan Gang Lombok Semarang itu karena satu dan lain sebab memang ingin menyembunyikan kenyataan yang sebenar nya ataukah karena dia telah mendapatkan informasi yang salah, merupakan suatu pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Yang jelas, alasan yang dikemukakannya selain bisa menimbulkan beberapa macam pertanyaan dan keraguan, sebenamya juga bertentangan dengan riwayat yg pernah beredar di kalangan orang-orang Tionghoa di Semarang sendiri, sebagaimana telah sempat direkam oleh mendiang Liem Thian Joe dalam bukunya "Riwayat Semarang"
Dalam riwayat terakhir ini kita jumpai keterangan bahwa soal hijrahnya orang orang Tionghoa dari Gedong Batu itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari dua orang "tokoh". yaitu Souw Pan Djiang dan orang orang Kompeni Belanda di Semarang.
Dalam bukunya Liem Thiam Joe juga menyinggung seorang tokoh sejarah Tionghoa yang bernama Sie Pan Djiang, yang telah dijumpainya dalam buku "History of Java" karangan Rafffes yang termasyhur itu. Tetapi menurut penelitian Chen Ming-Sien yang di tuangkan dalam novel “Matahari Di Atas Batavia” namanya Khe Panjang.
Dalam buku Liem Thiam Joe tersebut, Sie Pan Djiang adalah seorang tokoh pemberontakan Tionghoa dari daerah Gandaria Betawi yg berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 5000 orang untuk melawan kompeni Belanda. Tetapi perlawanan mereka ternyata dapat dipatahkan. Apakah Souw Pan Djiang sama dengan Sie Pan Djiang atau Khe Pan Jang, merupakan misteri.
Dalam disertasinya "De Moordop Kapitein Francois Tack" Dr, H. J, De Graaf juga telah menghubungkan tokoh Souw Pan Djiang itu dengan orang-orang Tionghoa terjadi pada masa Sunan Amangkurat II, Ini berarti bahwa Souw Pan Djiang bukanlah seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa yg meletus pada tahun 1741.
Souw Pan Djiang bukanlah seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa pada masa hidupnya Sunan Amangkurat II melainkan justeru seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa yg meletus pada tahun 1741, yg dalam bukunya Raffles disebut denagn nama Sie Pan Djiang.
Akhirnya, perlu kiranya dicatat bahwa tidak jauh dari Gedong Batu hingga sekarang masih terdapat suatu tempat yg bernama Panjangan. Dulunya tempat ini sebenarnya bernama Sepanjang, suatu nama yang diambil dari nama Si Panjang alias Souw Pan Djiang
Di tempat inilah tokoh pemberontakan orang Tionghoa yang memegang peranan dalam Perang Semarang itu pernah hidup setelah melarikan diri dari Betawi. Dan di tempat ini pula tokoh sejarah yang terkenal sebagai seorang jago silat itu sekali gebrak saja telah dapat menyeberangi Kali Simongan.
Kisah penuturan kroniekeur dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan Gang Lombok itu sangat menarik perhatian kita. Dalam kisah tsb. kroniekeur dokumen-dokumen sejarah itu telah menyebutkan sebuan alasan yang sangat sederhana sebagai causa prima pindahnya orang-orang Tiong Hoa dari Gedong Batu ke Pecinan Semarang, yaitu bahwa tempat kediaman orang-orang Tionghoa di Gedong Batu itu "semakin lama jadi semakin sempit". Sebaliknya-kroniekeur itu sama sekali tidak menyebut mengenai adanya perintah kompeni Belanda di Semarang. Apakah dalam hal ini kroniekeur dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan Gang Lombok Semarang itu karena satu dan lain sebab memang ingin menyembunyikan kenyataan yang sebenar nya ataukah karena dia telah mendapatkan informasi yang salah, merupakan suatu pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Yang jelas, alasan yang dikemukakannya selain bisa menimbulkan beberapa macam pertanyaan dan keraguan, sebenamya juga bertentangan dengan riwayat yg pernah beredar di kalangan orang-orang Tionghoa di Semarang sendiri, sebagaimana telah sempat direkam oleh mendiang Liem Thian Joe dalam bukunya "Riwayat Semarang"
Dalam riwayat terakhir ini kita jumpai keterangan bahwa soal hijrahnya orang orang Tionghoa dari Gedong Batu itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari dua orang "tokoh". yaitu Souw Pan Djiang dan orang orang Kompeni Belanda di Semarang.
Dalam bukunya Liem Thiam Joe juga menyinggung seorang tokoh sejarah Tionghoa yang bernama Sie Pan Djiang, yang telah dijumpainya dalam buku "History of Java" karangan Rafffes yang termasyhur itu. Tetapi menurut penelitian Chen Ming-Sien yang di tuangkan dalam novel “Matahari Di Atas Batavia” namanya Khe Panjang.
Dalam buku Liem Thiam Joe tersebut, Sie Pan Djiang adalah seorang tokoh pemberontakan Tionghoa dari daerah Gandaria Betawi yg berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 5000 orang untuk melawan kompeni Belanda. Tetapi perlawanan mereka ternyata dapat dipatahkan. Apakah Souw Pan Djiang sama dengan Sie Pan Djiang atau Khe Pan Jang, merupakan misteri.
Dalam disertasinya "De Moordop Kapitein Francois Tack" Dr, H. J, De Graaf juga telah menghubungkan tokoh Souw Pan Djiang itu dengan orang-orang Tionghoa terjadi pada masa Sunan Amangkurat II, Ini berarti bahwa Souw Pan Djiang bukanlah seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa yg meletus pada tahun 1741.
Souw Pan Djiang bukanlah seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa pada masa hidupnya Sunan Amangkurat II melainkan justeru seorang tokoh dalam pemberontakan Tionghoa yg meletus pada tahun 1741, yg dalam bukunya Raffles disebut denagn nama Sie Pan Djiang.
Akhirnya, perlu kiranya dicatat bahwa tidak jauh dari Gedong Batu hingga sekarang masih terdapat suatu tempat yg bernama Panjangan. Dulunya tempat ini sebenarnya bernama Sepanjang, suatu nama yang diambil dari nama Si Panjang alias Souw Pan Djiang
Di tempat inilah tokoh pemberontakan orang Tionghoa yang memegang peranan dalam Perang Semarang itu pernah hidup setelah melarikan diri dari Betawi. Dan di tempat ini pula tokoh sejarah yang terkenal sebagai seorang jago silat itu sekali gebrak saja telah dapat menyeberangi Kali Simongan.
No comments:
Post a Comment