Wednesday, February 11, 2015

Saudagar Gula Kwee An Say


 Kelenteng Kwee Lak Kwa di Gang Pinggir

Ketika mulai memangku jabatannya Kwee Kiauw sudah tua usianya. Setelah 12 tahun memegang jabatan di Semarang dia kemudian kembali ke Batavia untuk akhirnya kembali ke negeri leluhurnya. Sebagai penggantinya kemudian ditunjuk-Kwee An Say, yang seperti halnya dengan Kwee Kiauw adalah seorang Tionghoa totok dari Hokkian (Liem Thian Joe. opcit).

Sebelum diangkat menjadi Kapiten, Kwee An Say adalah seorang saudagar yang pergi mengedarkan barang-barang dagangannya sampai ke desa-desa dan sering kali berda-gang sampai ke Ungaran, Kendal, Salatiga dan lain-lain tempat lagi. Kemudian dia merubah haluan hidupnya, dengan jalan hidup sebagai seorang saudagar gula.

Dia adalah seorang Saudagar yang murah hati dan suka memberikan pertolongan kepada sesamanya. Di samping itu dia juga mempunyai watak pandai bergaul hingga mempunyai banyak. teman dekat, diantaranya Kanjeng Bupati Semarang.

Tidak lama setelah diangkat menjadi kapiten Tionghoa di Semarang, ternyata dia telah    diminta oleh sahabatnya Kanjeng Bupati Semarang untuk membantu seorang pangeran dari Kartasura.

Adiknya Soesooenhoenan Kartasoera, yang diangkat menjadi .Adipati di Semarang telah bersepakat dengan Kompeni dan lakukan pemberontakan melawan Kartasoera, Dia minta bantuan tuan Kwee An Say. Boyolali, Salatiga dan Ungaran, tiga daerah telah diserahkan untuk didjaga oleh orang Tionghoa .Dalam ini peperangan fihak Pangeran diatas telah beruntung, hingga ia diangkat jadi raja demikian diterangkan dalam  dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruangan Kongkoan di Gang Lombok Semarang.

Melihat redaksi singkat dokumen sejarah ini dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan adindanya Susuhunan Kartasoera, yang diangkat jadi Adipati di Semarang tidak lain ialah Pangeran Puger. Pangeran Puger setelah dinobatkan menjadi raja Mataram di Semarang oleh kompeni Belanda, kemudian berusaha untuk merebut kembali takhta Kerajaan Kartasura dari tangan Sunan Kencet. Dalam rangka perebutan takhta itulah Kanjeng Bupati Semarang pada waktu itu, yakni Ki Rangga Yudawang kemudian bergelar Kyai Adipati Suro Adimenggolo I, telah minta bantuan pada Kwee An Say untuk memperkuat rombongan bala tentara dari Semarang. Permintaan itu disanggupi oleh Kwee An Say dengan "koempoelan sobatnya di Semarang, Demak, Boejaran, Kendal, Jepara dan lain  bilangan lagi sehingga djoemlah lebih dari lima ratoes orang boeat bantoe Pangeran diatas" (Liem Thian Joe.opcit).

Bantuan itu ternyata tidak sia-sia. Setelah Pangeran Puger berhasil menduduki takhta kerajaan Kartasura kembali sebagai tanda bantuan dapat harga tinggi, itu Pangeran telah memberikan satu songsong koening sebagai tanda kebesaran pada Kapitein Tionghoa, lebih djauh satu keris kuno yang bertabur permata dan satu tongkat berkepala emas (Liem Thian Joe. opcit).

Namun, menurut penuturan sementara sumber-sumber sejarah Tionghoa, Kwee En Say ternyata kemudian telah terlibat dalam pemberontakan orang  Tionghoa di Semarang.Tetapi bagaimana nasib akhir  dirinya dalam pemberontakan berdarah itu tidak diceritakan.

Bagi orang-orang Tionghoa di Semarang pada masa itu, Kwee An Say betapapun adalah seorang pahlawan  atau setidaknya seorang tokoh masyarakat yang telah banyak jasanya dan karena itu sudah sepatutnya dihormati, dikenang jasa-jasanya tidak ubahnya dengan Kwee Lak Kwa. Itu sebabnya orang-orang Tionghoa di Semarang kemudian telah memasang “siencie" nya di klenteng Kwee Lak Kwa.

Sebaliknya bagi kompeni Belanda, Kwee An Say sudah terang merupakan seorang pengkhianat. Karena penghianatan ini, setelah kompeni Belanda berhasil menumpas pemberontakan orang Tionghoa di Semarang, mereka tidak segera mengangkat seorang "Kapiten Tionghoa" baru sebagai penggantinya.

Namun hal ini tidak berlangsung lama. Terdesak oleh kepentingan perdagangan dua tahun berikutnya kompeni Belanda akhimya terpaksa mengisi kembali jabatan tersebut. Karena di Semarang di pandang tidak ada orang yang dapat dipercaya, untuk mengisi jabatan tersebut kompeni Belanda akhirnya mengambil seorang Tionghoa dari Batavia bernama Kwee Gang, yang waktu itu telah menjadi Letnan di kota tersebut. Peristiwa itu terjadi pada tanggal. 20 September 1743, dua tahun setelah berakhirnya Perang Semarang.

Khusus mengenai jabatan Kapiten Tionghoa" di Semarang pada masa itu Ong Hoe Hoe, seorang Tionghoa yang pernah mengunjungi Semarang pada tahun 1783 pernah menceritakan bahwa yang berhak memberikan keputusan untuk pengangkatan  jabatan "Kapiten Tionghoa itu adalah pemerintah di Negeri Belanda (Opmerkingen van den Chinees Ong Hoe-Hoe, gedurende zijn verlblijf  in den Indischen AirChipel Tljdschrift Van Nederlandsch Indie 1852).

Penuturan yang sama juga pernah diberikan oleh seorang penulis sejarah Tionghoa mengenai sejarah Batavia. Menurut penulis tersebut, pada tahun 1620 Pemerintah Belanda telah mengirim sebuah kapal dengan pesan khusus ke Batavia. yakni mengenai pengangkatan So Beng Kong menjadi 'Kapiten Tionghoa' di Batavia. Berdasarkan keputusan tersebut Gubernur Jenderal kemudian memberikan sebuah meterai jabatan terbuat dari emas pada So Beng Kong (Cf. Chronologische Geschienis van Batavia, door een Chinees be schreven. Tijdschrift van Nederlandsch" Indie. 1841).

Namun kedua penuturan itu sebenarnya terlalu berlebih-lebihan. Tepat seperti pernah dikatakan oleh seorang penulis Belanda penterjemah laporan perjalanan Ong Hoe Hoe, kedua penuturan tersebut semuanya mempunyai tujuan untuk menimbulkan kesan betapa tingginya bangsa Tionghoa di mata orang Belanda sehingga untuk pengangkatan seorang "Kapitan Tionghoa" saja diperlukan autorisasi dari Pemerintah  Belanda. Tetapi itu hanyalah ceritera burung saja.

No comments:

Post a Comment