Seperti dapat kita lihat dari peta kuno kota Semarang tahun 1756 memasuki kota Semarang dari pintu gerbang barat perhatian orang akan tertarik pada De Groote Huis (rumah besar) tempat kedudukan "gubernur pantai utara dan timur tanah Jawa" yang se perti telah kita ketahui berapa masa kemudian hanya digunakan oleh seri gubernur untuk melakukan pekerjaan kantor dan pekerjaan pekerjaan dinas lainnya saja, berhubung sebagai tempat tinggalnya yang resmi dia telah memperoleh sebuah bangunan yang indah dan luas di seberang barat kali Semarang. Itu sebabnya dalam peta kuno tersebut "De Groote Huis" itu ditandai dengan kata "Gouvernement", maksudnya untuk menyatakan tempat kedudukan pemerintahan atau tempat kedudukan Gubernemen, sementara jembatan Mberok secara resmi disebut "Gouvernements burg” artinya jembatan Gubernement.
Dari bangunan utama ini menuju ke arah timur kita akan dapat menjumpai "Weeshuys" alias "rumah yatim piatu" dan sebuah gereja yang oleh seorang penulis Belanda pernah dilukiskan sebagai sebuah gereja yang indah tetapi kecil yang berada di dekatnya sebuah makam dari tuan Tout le Monde, semasa hidupnya kepala administrator. Melihat letaknya didalam peta dan juga dari keterangan yang lain, gereja itu dapat dipastikan terletak di kompleks gereja Blenduk sekarang ini.
Tidak jauh dari gereja itu terletak kerkop tempat pekuburan orang2 Belanda. Sedangkan di belakangnya terletak di samping lapangan artileri juga sebuah gedung tempat penyimpanan obat bedil dan obat meriam. Pada waktu itu juga sudah dapat menjumpai sebuah rumah sakit disamping sebuah tangsi tentara dan gudang barang.
Dalam kota Semarang sendiri terlihat jelas adanya dua jalan besar, melintang dari barat sampai ke timur. Yang paling besar, memanjang dari "De Groote Huis'' sampai agak jauh melewati kerkop, adalah "Heerenstraat" artinya secara harfiah "jalan tuan-tuan", sedangkan yang sebuah lagi yang lebih kecil, ialah Hogendorpstraat, suatu nama yang diberikan untuk mengenang Von Hohendrop, "gubernur pantai utara dan timur tanah Jawa" yang pertama di kota Semarang.
Khusus mengenai Hogendorpstraat ini (sekarang jalan Kepodang), Van Ossenberch yang pernah menjadi gubernur kompeni Belanda di Semarang dari tahun 1761 sampai 1768, dalam memoarnya pernah menulis bahwa jalan ini mula-mulanya adalah sebuah aliran sungai yang telah kering dan membangkitkan bau busuk. Bekas aliran sungai itu kemudian diurug dan berhasil dijadikan suatu jalan yg bagus (Steinmetz. C. Mr. Cultureele Gegevens Unit Familiepapieren. Van Trouwen En Sterven Onder De Compapagnie. 1948). Menurut H Bosboom pembuatan jalan Hogendorp itu dilakukan pada masa pemerintahan dari Van Ossen berch senden
Berdasarkan keterangan mengenai letak pintu gerbang dan pos keamanan di kota Semarang sebagaimana tersebut di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dinamakan kota Semarang pada pertengahan abad ke 18 sebenarnya hanya merupakan suatu kota yang kecil. Lebih kecil dari misalnya saja kota Demak sekarang ini.
Melihat luas kawasannya dengan mudah dapat dibayangkan bahwa pada waktu itupun, yang dinamakan kota Semarang belum banyak penduduknya. Di luar orang-orang seperti gubernur, opperkoopman, mayor, pendeta dan juru bedah, pada tahun 1755 di kota Semarang hanya tercatat 109 orang penjabat kompeni ditambah sedikit para pejabat seperti juru tulis, pekerja kerajinan tangan.
Dari bangunan utama ini menuju ke arah timur kita akan dapat menjumpai "Weeshuys" alias "rumah yatim piatu" dan sebuah gereja yang oleh seorang penulis Belanda pernah dilukiskan sebagai sebuah gereja yang indah tetapi kecil yang berada di dekatnya sebuah makam dari tuan Tout le Monde, semasa hidupnya kepala administrator. Melihat letaknya didalam peta dan juga dari keterangan yang lain, gereja itu dapat dipastikan terletak di kompleks gereja Blenduk sekarang ini.
Tidak jauh dari gereja itu terletak kerkop tempat pekuburan orang2 Belanda. Sedangkan di belakangnya terletak di samping lapangan artileri juga sebuah gedung tempat penyimpanan obat bedil dan obat meriam. Pada waktu itu juga sudah dapat menjumpai sebuah rumah sakit disamping sebuah tangsi tentara dan gudang barang.
Dalam kota Semarang sendiri terlihat jelas adanya dua jalan besar, melintang dari barat sampai ke timur. Yang paling besar, memanjang dari "De Groote Huis'' sampai agak jauh melewati kerkop, adalah "Heerenstraat" artinya secara harfiah "jalan tuan-tuan", sedangkan yang sebuah lagi yang lebih kecil, ialah Hogendorpstraat, suatu nama yang diberikan untuk mengenang Von Hohendrop, "gubernur pantai utara dan timur tanah Jawa" yang pertama di kota Semarang.
Khusus mengenai Hogendorpstraat ini (sekarang jalan Kepodang), Van Ossenberch yang pernah menjadi gubernur kompeni Belanda di Semarang dari tahun 1761 sampai 1768, dalam memoarnya pernah menulis bahwa jalan ini mula-mulanya adalah sebuah aliran sungai yang telah kering dan membangkitkan bau busuk. Bekas aliran sungai itu kemudian diurug dan berhasil dijadikan suatu jalan yg bagus (Steinmetz. C. Mr. Cultureele Gegevens Unit Familiepapieren. Van Trouwen En Sterven Onder De Compapagnie. 1948). Menurut H Bosboom pembuatan jalan Hogendorp itu dilakukan pada masa pemerintahan dari Van Ossen berch senden
Berdasarkan keterangan mengenai letak pintu gerbang dan pos keamanan di kota Semarang sebagaimana tersebut di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dinamakan kota Semarang pada pertengahan abad ke 18 sebenarnya hanya merupakan suatu kota yang kecil. Lebih kecil dari misalnya saja kota Demak sekarang ini.
Melihat luas kawasannya dengan mudah dapat dibayangkan bahwa pada waktu itupun, yang dinamakan kota Semarang belum banyak penduduknya. Di luar orang-orang seperti gubernur, opperkoopman, mayor, pendeta dan juru bedah, pada tahun 1755 di kota Semarang hanya tercatat 109 orang penjabat kompeni ditambah sedikit para pejabat seperti juru tulis, pekerja kerajinan tangan.
Hereenstraat
No comments:
Post a Comment