Benteng Kota Semarang
Sejak zaman kompeni orang-orang Belanda di Semarang sebenarnya telah bertempat tinggal di suatu kawasan yang terletak di seberang timur dari jembatan Mberok yang pada masa itu dikelilingi oleh sebuah pagar yang berbentuk segi enam, terbuat dari cerucuk dengan pagar dinding yang terbuat dari papan (Swieten. Th. van.Wandeling door Semarang. Berichten St. Claverbond. 1901).
Dari sebuah peta kuno yang tersimpan dalam Rijks-archiefs Gravenhage Nederland dapat kita ketahui bahwa tembok keliling itu ternyata cukup panjang juga alur rentangannya, mulai dari Jalan. Mpu Tantular yang terletak di sebelah kanan dari Jembatan Mberok ke arah Utara menuju ke arah Jalan Kebon Laut, kemudian belok ke JaIan. Merak terus ke arah Timur, selanjutnya belok ke arah Selatan terus ke JaIan. Cendrawasih. kemudian berputar ke arah Barat membentang sejajar dengan garis lurus menyusuri Jalan Kepodang dan akhirnya belok lagi ke arah utara bersepanjang dengan JaIan Mpu Tantular.
Di sebelah luar dari tembok keliling itu kita jumpai parit yang dengan sengaja telah dibuat mengelilingi pagar tersebut dan pada waktu itu lazim dinamakan parit dinding sebelah utara, parit dinding sebelah timur, parit dinding sebelah selatan dan parit dinding sebelah Barat (Swieten Th. van. op-cit).
Pagar keliling itu juga. mempunyai tiga buah pintu gerbang besar yang harus di lalui oleh mereka yang ingin memasuki tempat pemukiman orang-orang Belanda yang pada waktu itu dinamakan pintu gerbang gupernemen (Gouverncmentspoort), pintu gerbang sebelah selatan dan pintu gerbang sebelah timur. Menurut van Heuven, pada waktu itu pintu gerbang yang secara resmi dinamakan pintu gerbang gupernemen tersebut letaknya berada di sebelah barat dari jembatan Mberok yang pada masa itu dinamakan “Gouvernemenantsbrug” alias jembatan gupernemen. Sedangkan pintu gerbang sebelah selatan-nya terletak kira-kira di jalan lintasan kercta api pada awal jln. Pekojan jadi sekarang ini kira2 terletak tidak be-gitu jauh dari Panin Bank, — sementara pintu gerbang sebelah Timurnya terletak di akhir Jalan. Raden Patah di Jalan. Karang Bidara (Heuven. G. B. J. van.lets over oud.Semarang. Indische Gids. 1932).
Di samping itu, tembok keliling tempat kediaman orang-orang Belanda itu juga masih mempunyai lima buah pos penjagaan, yakni pos penjagaan laut atau de Zee-punt yang terletak tidak jauh dari sebelah barat Tawang, pos penjagaan Smids yang terletak di kali dekat Boom lama, pos penjagaan De Liere yang paling jauh terletak di bekas kantor pos Semarang yang pertama (di dekat ujung Jalan. Kepodang), pos penjagaan Amsterdam yang terletak di sebelah Timur dari stasiun Sentral dan akhirnya pos penjagaan De Hersteller yang terletak di siku jalan antara Jalan. Ronggowarsito dan Tawang.
Pada waktu itu yang dinamakan kota Semarang tidak lain ialah tempat kediaman orang Belanda yang berada di dalam lingkungan tembok keliling itu. sedangkan daerah-daerah lain yang terletak di sebelah luarnya, misalnya Alun-alun Kauman dan Pecinan, pada waktu itu secara resmi disebut daerah yang terletak di luar kota Semarang.
Jadi pada masa itu apa yang dinamakan kota Semarang merupakan sebuah kota yang memiliki tembok keliling, tidak ubahnya dengan kota Tuban dalam abad 14 atau 15, yang tercatat juga pernah memiliki tembok dinding yang semacam itu, yang terbuat dari batu dan menurut penuturan orang-orang Rembang konon telah dibangun oleh seorang waliullah yang bernama Sunan Pejagung, seorang kerabat dari Sunan Bonang (Schrieke.B.J.O. Het Boek van Bonang.1916). Sayang seperti halnya kota Tuban. akhirnya Semarang telah kehilangan pagar antiknya.
Pada tahun 1824. jadi dua tahun sebelum Semarang di goncangkan oleh geger Diponegoran, benteng semarang itu lengkap beserta pos-pos penjagaannya dan pintu-pintu gerbangnya ternyata telah dibongkar oleh penguasa Belanda, dimusnahkan dan dihancurkan sama sekali, hingga pada pertengahan abad ke-19 orang tidak bisa lagi menemukan bekasnya. Demikian lebih kurang pernah dikata kan oleh A. H. Plas dalam artikelnya Van 't oude Semarang en 't verjongde Semarang (Historische-Ethnographische schets) termuat dalam majalah Eigen Haard tahun 1911).
Satu-satunya peringatan yang mungkin bisa membawa orang teringat pada benteng kota Semarang pada orde Lama ialah nama-nama jalan Noorderwalstraat. Westerwalstraat. Zuiderwalstraat dan Oosterwalstraat. Nama-nama itu secara harfiahnya berarti jalan. dinding sebelah Utara, Jalan. dinding sebelah Selatan dan jalan. dinding sebelah Timur. Sekarang jalan-jalan itu namanya jalan.Merak, jalan. Mpu Tantular, jalan. Kepodang dan jalan Cendrawasih. Nama-nama jalan tersebut benar-benar merupakan peringatan kesejarahan bahwa pernah ada dinding dari sebuah benteng kuno yang pernah mengelilingi kota Semarang. (Cf. Kuiper. K.G. Oud En Nicuw Semarang. Tropisch Nederland. 1934 - 1935).
Namun sementara Semarang telah kehilangan jejak masa lalunya yang sangat berharga, tidak lama setelah peristiwa itu. di seberang Timur dari kali Semarang, kita justru melihat munculnya suatu kota baru, yang memberi kesan old Semrang sebagai kota kecil. Dengan lorong-lorang jalan yang sempit dan tiada teduh, dengan rangkaian bangunan rumah yang sambung-menyambung.
Itulah kota Semarang yang baru, sementara daerah lain di luar nya masih tetap dianggap sebagai daerah luar kota. Misalnya daerah pantai laut dan demikian pula misalnya daerah Bojong, Belakang Kebon dan Poncol. Semua daerah-daerah itu, pada waktu itu secara resmi masih merupakan “buiteniiwijken" atau daerah di luar kota Semarang (Tillema H.F,.Kromoblanda. Over 't vraagstuk van ,,het wonen" in Kromo's groote land. Deel V.).
Itulah kota Semarang yang baru, sementara daerah lain di luar nya masih tetap dianggap sebagai daerah luar kota. Misalnya daerah pantai laut dan demikian pula misalnya daerah Bojong, Belakang Kebon dan Poncol. Semua daerah-daerah itu, pada waktu itu secara resmi masih merupakan “buiteniiwijken" atau daerah di luar kota Semarang (Tillema H.F,.Kromoblanda. Over 't vraagstuk van ,,het wonen" in Kromo's groote land. Deel V.).
No comments:
Post a Comment