Tidak lama setelah terbakar habis sebagai akibat dari pecah nya pemberontakan orang-orang Tionghoa di Semarang yang berkobar pada tahun 1741, daerah Pecinan Semarang yang pada waktu itu masih terbatas meliputl daerah-daerah Bubakan, Pekojan, Petudungan dan beberapa daerah lain di sekitarnya telah dibangun kembali.
Daerah Pecinan Semarang yang baru itu kian lama kian ramai lebih-lebih setelah orang-orang Tionghoa dari Gedong Batu atas perintah kompeni Belanda diharuskan pindah ke tempat tersebut, sedangkan orang-orang Tionghoa dari Tiongkok semakin banyak yang datang ke Semarang untuk mencari nafkah. Daerah Pecinan Semarang yang baru itu kian lama kian bersemarak, jauh lebih ramai dari sebelum pecahnya Perang Semarang.
Sekalipun demikian, sebagai suatu tempat pemukiman orang-orang Tlonghoa, pada waktu itu daerah Pecinan tersebut belum memlilki sebuah kelenteng sebagal tempat ibadah. Satu-satunya kelenteng di Semarang pada waktu itu hanya kelenteng Sam Po Kong di Gedong Batu. Kelenteng yang pertama di Pecinan Semarang baru dibangun pada tahun 1753, jadi dua belas tahun setelah pemberontakan orang-orang Tionghoa. Adapun letaknya berada di jalan. Tjap Kauw King, persis di depan mulut Gang Baru. Untuk keperluan pendirian kelenteng itu telah khusus dipesan toapekong dari Tiongkok.
Daerah Pecinan Semarang yang baru itu kian lama kian ramai lebih-lebih setelah orang-orang Tionghoa dari Gedong Batu atas perintah kompeni Belanda diharuskan pindah ke tempat tersebut, sedangkan orang-orang Tionghoa dari Tiongkok semakin banyak yang datang ke Semarang untuk mencari nafkah. Daerah Pecinan Semarang yang baru itu kian lama kian bersemarak, jauh lebih ramai dari sebelum pecahnya Perang Semarang.
Sekalipun demikian, sebagai suatu tempat pemukiman orang-orang Tlonghoa, pada waktu itu daerah Pecinan tersebut belum memlilki sebuah kelenteng sebagal tempat ibadah. Satu-satunya kelenteng di Semarang pada waktu itu hanya kelenteng Sam Po Kong di Gedong Batu. Kelenteng yang pertama di Pecinan Semarang baru dibangun pada tahun 1753, jadi dua belas tahun setelah pemberontakan orang-orang Tionghoa. Adapun letaknya berada di jalan. Tjap Kauw King, persis di depan mulut Gang Baru. Untuk keperluan pendirian kelenteng itu telah khusus dipesan toapekong dari Tiongkok.
Mengapa kelenteng yang pertama di Pecinan Semarang pada waktu itu justru didirikan di jalan. Tjap Kauw King persis di depan mulut Gang Baru, bukan tidak ada sebabnya. Menurut Liem Thian Joe,
"Tempat dari itoe roemah berhala sengaja dipilih dimoeloet djalanan, kerna oemoemnja orang Tionghoa pertjaja datengnja semoea marah bahaja aken melaloei lebih doeloe moeloet djalanan, dan kapan disitoe ada Thouw Tee Kong, itoe marah baha ja tida brani dateng". (Liem Thian Joe. opcit).
Tiga tahun setelah pembangunan kelenteng Gang Baru, jadi kira-kira pada tahun 1756, tidak jauh dari kelenteng yang pertama, tepatnya di ujung Gang, telah dibangun sebuah klenteng lagi. Yang menjadi sponsornya ialah orang-orang Tionghoa dari famili Kwee. Berbeda dengan pembangunan klenteng yang pertama maka pembangunan kelenteng baru di ujung Gang Gambiran itu ditujukan dengan maksud agar supaya marga Kwee mendapat berkah dari Kwee Lak Kwa yang dipuja sebagai toapekong di kelenteng tersebut dan sekaligus juga dengan maksud untuk tidak menyia-nyiakan seorang marga Kwee yang telah sangat terkenal (Liem Thian Joe, opcit).
Siapa sebenarnya tokoh yang bernama Kwee Lak Kwa itu telah pernah saya. uraikan dalam serial ini dalam sebuah nomer khusus mengenai Perang Semarang (SM 13 Juni 1975). Dalam uraian itu telah saya kemukakan bahwa berdasarkan penelitian2 lapangan yang pernah saya lakukan baik di Semarang maupun di Tegal, tokoh yang bernama Kwee Lak Kwa itu sebenar nya bukanlah hanya sekedar seorang saudagar saja sebagaimana diceritakan oleh sumber sejarah Tionghoa, melainkan lebih dari itu sebenarnya sekaligus juga seorang tokoh dalam pemberontakan orang Tionghoa yang pernah berkobar di Semarang tahun 1741.
Karena itu logis jika orang-orang Tionghoa di Semarang, khususnya orang Tionghoa dari family Kwee dibelakang hari telah mengambil prakarsa untuk menghormatl tokoh tersebut dengan jalan mendirikan se buah klenteng untuk memuja dirinya dan sekaligus "untuk tidak menyia-nyiakan salah seorang dari kaumnya yang telah sangat terkenal (Liem Thian Joe opcit).
Sementara itu tidak begitu jauh dari klenteng Kwee Lak Kwa orang-orang Tionghoa yg bertempat tinggal di daerah Pecinan Kulon dan Pecinan Wetan pada masa itu juga telah bergotong royong untuk mendirikan Kwan Im Ting, di suatu tempat yang sekarang ini terkenal dgn nama Gang Blakang .Namun di kemudian hari tepatnya pada tahun 1771 tempat ini ternyata telah dianggap kurang baik, dan timbul usaha-usaha untuk memindahkannya. Setelah diadakan beberapa kali perundingan akhirnya di putuskan utk memindahkan Kwan Im Ting itu ke suatu tempat yang terletak di seberang timur dari Kali Semarang yang sekarang ini terkenal dengan nama Gang Lombok. Ongkos pendirian rumah ibadah ini dipikul secara gotong royong .Tukang-tukangnya di datangkan dari Tiongkok demikian juga beberapa patung-patungnya. Klenteng baru itu berhasil diselesaikan dalam tempo satu tahun. Setelah selesai kemudian diberi nama Tay Kak Sie atau terkenal sebagai Klenteng Besar (Liem Thian Joe opcit).
Pada waktu pemindahan Kwan Im Ting ke kelenteng yang baru, diadakan upacara yang meriah sekali. Untuk itu sengaja telah didatangkan rombongan permainan wayang potehi dari Batavia. Selama dua bulan lamanya rombongan permainan wayang potehi itu telah memainkan lakon-lakonnya. Menurut Liem Thian Joe, "Inilah ada yang pertama kali di Semarang di mainkan wayang Pow Tee Hie".
Masih mengenai sejarah kelenteng di Semarang, pada tahun 1782 dapat kita ketahui bahwa di Gang Pinggir telah didirikan sebuah klenteng baru. Sponsor dari pendirian kelenteng baru ini ialah seorang saudagar Tionghoa benama "tuan" Khouw Ping, yang pada waktu itu bertempat tinggal di Pecinan Wetan bersama beberapa orang hartawan Tionghoa lainnya yang bertempat tinggal di kawasan yang sama (sekarang Gang Pinggir) Klenteng ini hingga sekarang masih berdiri dgn kukuhnya, berada di ujung jalan Gang Pinggir.
Menurut keterangan Liem Thian Joe dari dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kong koan (Majelis Orang-orang Tiong-hoa, De Chineezen Raad) Semarang, kira-kira pada tahun 1793 di kalangan orang-orang Tionghoa yang bertempat tinggal di Pecinan Lor juga ada gerakan untuk membangun sebuah klenteng di daerah-nya di suatu tempat yang sekarang ini disebut Gang Pasar Baru, yang pada waktu itu masih kosong dan digunakan tempat pembakaran sampah (Liem Thian Joe opcit). Dengan pembangunan kelenteng ini berarti menjelang usai abad ke-18 masyarakat Tionghoa di Pecinan Semarang telah memiliki seluruhnya enam buah klenteng yakni klenteng Sam Po Kong di Gedong Batu, kelenteng Tjap Kauw King, kelenteng Kwee Lak Kwa, kelenteng Tay Kak Si, kelenteng Gang Pinggir dan klenteng Gang Pasar Baru.
Kelenteng Tay Kak Sie Gang Lombok
No comments:
Post a Comment