Petudungan 1987
Sementara itu dari sebuah peta kuno mengenai kota Semarang dari tahun 1695 yang hingga sekarang masih tersimpan dalam koleksi Rijks Archief di Den Haag dapat kita ketahui bahwa menjelang usai abad ke-17 di seberang timur dari Kali Semarang sudah terdapat kompleks Pecinan, dan melihat letaknya dalam peta kuno kota Semarang dari tahun 1695 tersebut, dapat dikatakan yang dinamakan daerah Pecinan pada waktu itu masih terbatas meliputi daerah di sekitar Bubakan, Pekojan dan Petudungan.
Kecuali daerah-daearah itu peta kuno kota Semarang tahun 1695 itu tidak menunjukkan adanya daerah Pecinan yang lain. Namun kenyataan ini tidak boleh di artikan bahwa di samping daerah Pecinan itu memang tidak ada daerah Pecinan yang lain dari beberapa sumber sejarah dapat kita ketahui bahwa daerah Gedong Batu misalnya pada waktu itu masih merupakan daerah Pecinan yang berarti. Demikian juga daerah Kaligawe (Cf al Jonge De J.K.J Op-komst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indie IV).
Menurut dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan (Majelis orang-orang Tionghoa) kompleks klenteng Tay Kak Si di Gang Lombok Semarang pada tahun Kak Sien Yong Tjing tahun ke II atau pada tahun 1724 Masehi orang-orang Tionghoa di kota Semarang telah mengadakan sembahyangan besar di Gedong Batu. Sembahyangan besar itu dimaksudkan untuk menyatakan perasaan terimakasih mereka bahwa dalam tempo sedemikian lama ternyata mereka telah bisa hidup tentram dan tidak mendapat gangguan sesuatu apa, sementara perdagangan mereka kian lama juga kian maju. (Liem Thian Joe. Riwajat Semarang. 1931—1933)
Kecuali daerah-daearah itu peta kuno kota Semarang tahun 1695 itu tidak menunjukkan adanya daerah Pecinan yang lain. Namun kenyataan ini tidak boleh di artikan bahwa di samping daerah Pecinan itu memang tidak ada daerah Pecinan yang lain dari beberapa sumber sejarah dapat kita ketahui bahwa daerah Gedong Batu misalnya pada waktu itu masih merupakan daerah Pecinan yang berarti. Demikian juga daerah Kaligawe (Cf al Jonge De J.K.J Op-komst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indie IV).
Menurut dokumen-dokumen sejarah yang pernah tersimpan dalam ruang Kongkoan (Majelis orang-orang Tionghoa) kompleks klenteng Tay Kak Si di Gang Lombok Semarang pada tahun Kak Sien Yong Tjing tahun ke II atau pada tahun 1724 Masehi orang-orang Tionghoa di kota Semarang telah mengadakan sembahyangan besar di Gedong Batu. Sembahyangan besar itu dimaksudkan untuk menyatakan perasaan terimakasih mereka bahwa dalam tempo sedemikian lama ternyata mereka telah bisa hidup tentram dan tidak mendapat gangguan sesuatu apa, sementara perdagangan mereka kian lama juga kian maju. (Liem Thian Joe. Riwajat Semarang. 1931—1933)
Gedong Batu sendiri yg sekalipun pada masa itu menjadi pusat ibadah orang2 Tionghoa namun keadaan nya kurang terpelihara, di usahakan untuk diperbaiki. Dalam perbaikan itu di depan goanya lalu didirikan sebuah serambi agar supaya bisa digunakan sebagai tempat peneduh bagi mereka yang datang berkunjung ke sana sementara orang-orang yang telah selesai bersembahyang dapat pula beristirahat di tempat itu (Liem Thian Joe, Opcit).
Sayang kegembiraan orang Tionghoa di Semarang itu tidak berlangsung lama. Tidak lama setelah sembayangan besar itu tepatnya pada tahun 1741 mereka telah mengadakan pemberontakan terhadap kompeni Belanda. Dan Perang Semarang telah membawa bencana dan malapetaka yg cukup parah bagi mereka. Pecinan Semarang misalya telah rusak terbakar. Dan lebih dari itu setelah kompeni Belanda berhasil menumpas pemberontakan itu, kompeni Belanda telah mengambil tindakan tegas terhadap mereka. Untuk mencegah agar supaya peristiwa semacam itu jangan sampai terulang kembali, mereka perlu diawasi dengan seksama. Untuk itu mereka tidak lagi diperbolehkan bertempat tinggai berpencar-pencar. Orang-orang Tionghoa di daerah Semarang mau tidak mau harus bertempat tinggal di suatu tempat yang telah ditentukan bagi mereka, yaitu di Pecinan Semarang. Begitulah, orang-orang Tionghoa yang dulu telah bertempat tinggai di Gedong Batu dan daerah-daerah disekitarnya, seperti halnya dengan orang-orang Tionghoa yang bertempat tinggal di sebelah timur Semarang, yakni di daerah Kaligawe, mau tidak mau terpaksa pindah ke Pecinan Semarang.
Sayang kegembiraan orang Tionghoa di Semarang itu tidak berlangsung lama. Tidak lama setelah sembayangan besar itu tepatnya pada tahun 1741 mereka telah mengadakan pemberontakan terhadap kompeni Belanda. Dan Perang Semarang telah membawa bencana dan malapetaka yg cukup parah bagi mereka. Pecinan Semarang misalya telah rusak terbakar. Dan lebih dari itu setelah kompeni Belanda berhasil menumpas pemberontakan itu, kompeni Belanda telah mengambil tindakan tegas terhadap mereka. Untuk mencegah agar supaya peristiwa semacam itu jangan sampai terulang kembali, mereka perlu diawasi dengan seksama. Untuk itu mereka tidak lagi diperbolehkan bertempat tinggai berpencar-pencar. Orang-orang Tionghoa di daerah Semarang mau tidak mau harus bertempat tinggal di suatu tempat yang telah ditentukan bagi mereka, yaitu di Pecinan Semarang. Begitulah, orang-orang Tionghoa yang dulu telah bertempat tinggai di Gedong Batu dan daerah-daerah disekitarnya, seperti halnya dengan orang-orang Tionghoa yang bertempat tinggal di sebelah timur Semarang, yakni di daerah Kaligawe, mau tidak mau terpaksa pindah ke Pecinan Semarang.
No comments:
Post a Comment